Oleh: Ust. Muhammad Mudhar
Bismillah…
1. Nikah disyari’atkan bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologis tapi lebih khusus sebagaimana firman Allah ta’ala:
ان يقيما حدود الله
“Agar keduanya menegakkan hukum Allah SWT“
2. Untuk misi tersebut di atas kita membutuhkan banyak energi.
Rasulullah mengajarkan kepada kita do’a dalam kalimat yang singkat, padat dan medasar serta menyeluruh
اللهم اني اسالك الهدى والتقى والعفاف والغنى
“Ya Allah aku memohon kepadamu hidayah, Ketaqwaan, sikap menjaga diri dan kecukupan (kaya hati)“
3. Energi pertama adalah hidayah yang dibutuhkan sejak pra nikah sampai pasca nikah sampai mati dan bahkan paska kematian.
من البداية حتى النهاية بل الى الاخرة
4Energi yang kedua, ketaqwaan sebagai pengendali kehidupan. Umar RA, mengatakan
“Taqwa itu bagai berjalan di atas jalan yang berduri”.
Butuh kewaspadaan tinggi.
Semua kelebihan tanpa taqwa menjadi liar dan membahayakan.
5. Energi ketiga “Iffah”.
Dengan bekal hidayah dan taqwa menjadikan diri pantang mengorbankan kehormatan diri demi seteguk materi. Seorang istri yang shalihah lebih memilih lapar dan dahaga dari pada harus makan dan minum yang haram.
انا نصبر على الجوع والظما ولا نصبر على النار وغضب الجبار
kami sabar menghadapi lapar dan dahaga, tapi tidak sabar menghadap neraka dan murka ALlah, Al-Jabbar
6Energi yang terakhir adalah sikap “tidak butuh” karena mersa cukup (qana’ah).
Sikap ini saudara kembarnya sikap (‘Iffah) yang harus senantiasa bergandenagan. ‘Iffah intinya menahan diri dari yang haram sedang Al-Ghinaa menahan diri untuk tidak menoleh kepada apa yang ada ditangan manusia.
Dengan demikian kita akan memproleh cintanya Allah dan cintanya manusia.